Fragmented Architecture adalah kondisi di mana arsitektur sistem terpecah-pecah menjadi banyak bagian komponen, modul, layanan, tooling, atau teknologi yang tidak terkoordinasi dengan baik, tidak terstandarisasi, dan sulit bekerja secara terpadu. Istilah ini sering muncul dalam konteks software architecture, enterprise architecture, atau IT ecosystem. Bayangkan sebuah perusahaan atau tim yang mengelola banyak aplikasi dan sistem. Namun, setiap bagian tersebut: memakai bahasa/stack yang berbeda, berjalan di server atau platform yang terpisah, tanpa standar dokumentasi yang konsisten, dan minim integrasi yang jelas. Hasilnya adalah sebuah sistem yang, meski berfungsi, terasa rumit, tidak konsisten, dan sulit dikelola secara menyeluruh.
Ciri-ciri Fragmented Architecture
Ciri utama dari Fragmented Architecture terukir dari bagaimana sistem itu sendiri terbentuk dan beroperasi. Seringkali, banyak komponen lahir secara ad-hoc tanpa ada peta jalan arsitektur yang jelas. Ini menciptakan sistem dengan ketergantungan yang saling mengikat secara tidak terstruktur (tight coupling) dan kerap kali memicu pengulangan fungsi, di mana setiap tim tanpa sadar membangun solusi yang sudah ada di tempat lain (duplicate systems). Ironisnya, semua ini sering diperparah dengan dokumentasi yang minim atau bahkan tidak adanya standar yang mengikat.
Konsekuensi / Dampak Negatif
Dampak negatif dari arsitektur yang terfragmentasi terasa di berbagai lini. Biaya maintenance membengkak, sebab perubahan kecil sekalipun dapat merembet ke banyak bagian yang tidak terdokumentasi dengan baik. Skalabilitas sistem menjadi sulit dicapai karena strukturnya tidak modular dan ketergantungan antar bagian tidak jelas. Proses onboarding developer baru memakan waktu lebih lama, mereka harus berjuang memahami alur sistem yang tidak teratur. Pada akhirnya, risiko error menjadi tinggi, terutama pada integrasi antar bagian yang rawan gagal akibat kurangnya konsistensi.
Penyebab Umum Terjadinya Fragmented Architecture
Fragmented Architecture bukanlah sebuah pilihan, melainkan seringkali sebuah hasil. Penyebab umumnya beragam, mulai dari pengembangan yang dilakukan terburu-buru tanpa perencanaan arsitektur awal yang matang, ketiadaan standar teknologi atau guideline yang jelas, hingga otonomi berlebihan pada setiap tim untuk memilih teknologinya (tooling autonomy without governance). Tak jarang, sistem lama (legacy) yang digabungkan dengan sistem baru tanpa strategi migrasi yang terarah juga berkontribusi pada fragmentasi ini.
Bedanya Fragmented Architecture vs Microservices yang Baik
| Aspek | Fragmented Architecture | Microservices (well-architected) | | ——— | —————————————- | ———————————————— | | Struktur | Tidak teratur, tidak ada batas domain jelas | Terstruktur berdasarkan domain bisnis | | Integrasi | Saling bergantung secara acak | Loose coupling, explicit contracts (API/gRPC/Event) | | Standar | Tidak ada standardisasi | Standar jelas: logging, monitoring, CI/CD, API |
Fragmented ≠ microservices.
Fragmented = chaos.
Microservices = arsitektur terencana & modular.
Kesimpulan
Pada intinya, Fragmented Architecture adalah sebuah keadaan ketika ekosistem sistem atau aplikasi tumbuh tanpa arah yang koheren, menjadikannya rumit, tidak konsisten, dan sangat sulit untuk dipelihara. Ini bukan tentang pilihan arsitektur seperti microservices, melainkan lebih kepada situasi di mana terlalu banyak komponen berkembang tanpa kendali atau standar yang jelas, sering kali berujung pada kekacauan dan inefisiensi. Memahami kondisi ini adalah langkah awal untuk merancang sistem yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan.